Pendaftaran

Senin, 19 November 2012

Guru Profesional Ciptakan Anak yang Bermoral

Bandung - Tugas seorang guru yakni memanusiakan manusia. Karena tanpa pendidikan yang memadai, manusia tumbuh dan mati sebagai binatang jalang.

Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), A Chaedar Alwasilah mengatakan, dibutuhkan sekelompok manusia pilihan (pendidik) yang profesional bukan sekedar mencerdaskan anak negeri namun menciptakan anak negeri yang bermoral, berkarakter atau berakhlakul karimah.

"Sesuai UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik profesional. Yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan kompetensi sosial," jelas Chaedar dalam orasi ilmiahnya pada sidang senat terbuka STKIP Persatuan Islam di hotel Grand Pasundan, Jalan Peta, Sabtu (17/11/2012).

Berdasar pengalamannya, ada dua siswa yang sempat mengeluhkan tentang pendidik (guru). Yakni guru tak pernah berinteraksi selama tiga tahun sekolah dan hanya menyuruh siswa membaca buku novel. Dengan demikian, buku yang dibeli si murid tetap utuh. Ada pula yang mengaku tak memahami cara mengajar gurunya, terlebih perangainya yang dikenal galak.

Mendapati keluhan itu, Chaedar pun menyimpulkan, guru profesional adalah guru yang saat menerangkan jelas, sabar saat mengajar, memberi inspirasi, tidak memaksakan kehendak pada siswa, tidak segan menjelaskan ulang dan referensi yang diwajibkannya baik, selalu on time dan rajin serta menguasi materi.

"Sedang guru tak profesional, mengeluarkan kata-kata kasar, galak, judes, sensitif, cepat marah, menjenuhkan, jarang masuk, tidak akrab dengan siswa dan tidak menguasai strategi mengajar," tegasnya.

Dalam orasi bertema 'Mempertegas peran STKIP Persatuan Islam sebagai Institusi yang melahirkan tenaga pendidik yang profesional dan berahlakul karimah', Chaedar menyampaikan beberapa prinsip dan prosedur yang harus ditempuh pendidikan untuk mendukung pengajaran berkualitas.

"Tersedia sumber belajar dan mengajar termasuk waktu bagi guru untuk merefleksi atau muhasabah yakni mengadili diri sendiri atas segala langkah dan perbuatan mengajar di dalam dan luar kelas," tandasnya.

Lalu, rasio guru-murid yang rendah. Idealnya satu kelas maksimal 30 orang. Adanya infrastruktur dan peralatan yang baik. Proses dan kebijakan manajemen yang mendukung pemberian penghargaan untuk pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, serta lainnya.[ang]

Oleh: Evi Damayanti
Dikutip dari INILAH.COM
Umum - Sabtu, 17 November 2012 | 18:50 WIB

Tauhid, Ilmu Utama Untuk Mendidik Anak

Bandung - Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), A Chaedar Alwasilah menyebutkan, mendidik manusia bisa dilakukan dengan dua cara. Yakni, dengan cara amanu dan amilu sholihat.

"Amanu merujuk pada aspek kognitif atau akal sekaligus afektif yaitu emosi dan perasaan," jelas Chaedar pada acara sidang senat terbuka Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu dan Pendidikan (STKIP) Persatuan Islam, Wisuda IV dan Orasi Ilmiah di Hotel Grand Pasundan, Jalan Peta, Sabtu (17/11/2012).

Yang kedua, lanjutnya, yakni amilu sholihat yang merupakan aspek psikomotorik atau amal saleh. Menurutnya, pendidikan dengan fondasi Islami yakni berakar pada sejumlah prinsip.

"Tauhid merupakan ilmu utama untuk diketahui anak didik dan pendidikan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk menjaga kesempurnaan manusia sebagai makluk pilihan Allah. Tugas pendidik menyempurnakan budi pekerti dan pendidikan, seyogyanya menanamkan keseimbangan antara Ilmu dan amal atau teori dan parktek," tuturnya.

Chaedar menegaskan, bahaya yang menghancurkan fondasi itu yakni faham sekularisme dan humanisme yang tumbuh subur di Eropa yakni faham yang menolak ajaran agama dalam kehidupannya.[ang]

Oleh: Evi Damayanti
Dikutip dari : INILAH.COM
Syiar - Sabtu, 17 November 2012 | 17:40 WIB